Taman Krueng Daroy: Ruang Hijau yang Menyejukkan di Tengah Kota Banda Aceh

unnamed (15)

Taman Krueng Daroy: Wisata, Sejarah, dan Peran Sosial yang Mendalam

Banda Aceh – Krueng Daroy sejatinya bukan sungai alami, melainkan kanal buatan yang digali atas perintah Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1620. Kanal ini—juga sering disebut Sungai Darul Isky—muncul dari Mata Ie dan awalnya hanya mengalir menuju Gampong Pande (Krueng Dhoe). Namun, atas kemauan sultan, alirannya dibelokkan melalui Geuceu menuju kompleks taman istana Ghairah (Taman Bustanussalatin), sebagai bentuk cinta kepada Permaisuri Putri Kamaliah, yang dikenal sebagai Putroe Phang.

Kitab Bustanus Salatin menggambarkan taman tersebut lengkap dengan kanal air, kolam ikan, Gunongan, Pinto Khop, dan bahkan sawah kecil bernama Radja Umong, menjadikannya simbol surga di bumi. Lagu daerah oleh Rafly Kande juga menggambarkan keindahan Krueng Daroy sebagai aliran yang membelah Kota Banda Aceh di sekitar taman kerajaan.

Pada era modern, terutama sejak 2018, bantaran sungai yang dulunya kumuh di daerah Seutui diubah menjadi ruang publik yang rindang dan bersih. Program “Kota Tanpa Kumuh” (KOTAKU) dari Kementerian PUPR bekerja sama dengan Pemko Banda Aceh berhasil merevitalisasi kawasan seluas sekitar 38,26 hektar—meliputi beberapa gampong seperti Neusu Aceh, Sukaramai, dan Seutui—menjadi Taman Krueng Daroy.

Revitalisasi mencakup pembangunan pedestrian sepanjang sekitar 1,7 km, tiga jembatan gantung, penerangan jalan umum (132 titik), mural bertema sejarah, serta bangunan pujasera—semua bertujuan mempercantik dan memperkuat nilai budaya Kawasan ini.

Kini, Taman Krueng Daroy adalah ruang terbuka hijau ramah publik yang ideal untuk aktivitas:

  • Olahraga: Jogging, jalan santai, sepeda pagi—dengan protokol kesehatan—menjadi kegiatan rutin warga setiap Jumat pagi.
  • Relaksasi & Kuliner: Bangku taman, balkon kayu, dan area pujasera memfasilitasi bersantai dan menikmati kopi lokal.
  • Karya Seni Edukatif: Mural yang menceritakan sejarah Aceh—terutama kisah cinta Sultan Iskandar Muda kepada Putroe Phang dan nilai-nilai lokal—melukis dinding Taman Gunongan dan fasad rumah warga

Revitalisasi ini membawa dampak positif berlapis:

  • Lingkungan: Mengurangi potensi banjir dan pencemaran serta menciptakan ruang hijau yang sehat.
  • Sosial: Menyediakan tempat bertemu, berolahraga, dan mengingat sejarah lokal secara kolektif.
  • Ekonomi Lokal: Pujasera dikelola warga setempat—sehingga UMKM lokal mendapatkan manfaat ekonomi langsung. Beberapa keluarga menyediakan produk secara bergantian, sementara sungai diisi ikan mujair untuk memberi daya tarik tambahan.

Festival Krueng Daroy—digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh—menjadi sarana untuk memperkuat citra sejarah, budaya, dan wisata. Acara seperti “Funday History Exhibition”, jalan santai bertema sejarah, bazaar UMKM, dan game interaktif memberi pendekatan edukatif dan menghibur bagi pengunjung.

Festival ini juga menyatukan keluarga Aceh dan delegasi dari Malaysia (Pahang), memperkuat hubungan budaya lintas negara—khususnya mengingat asal Putroi Phang dari Pahang.

Taman Krueng Daroy adalah contoh cemerlang bagaimana situs sejarah dapat dirawat menjadi ruang publik yang bermanfaat secara budaya, sosial, lingkungan, dan ekonomi:

  • Dari kanal cinta abad ke-17 sebagai ekspresi kasih Sultan Iskandar Muda kepada Permaisurinya,
  • Menjadi taman penuh sejarah dan simbol estetika kerajaan Aceh,
  • Hingga kini menjadi ruang kota modern yang hidup, edukatif, dan inklusif.

Bila Anda berkunjung ke Banda Aceh, Taman Krueng Daroy adalah destinasi wajib: bisa jogging, belajar sejarah lokal, menyantap kopi Gayo, atau menikmati acara budaya dan festival. Sebuah mahakarya masa lampau yang hidup dan berdenyut di tengah kota masa kini.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *